Pedagang adalah profesi yang mulia jika seorang melakukannya untuk mencari rezeki yang halal dan dengan hasil harta yang halal tersebut ia bisa menafkahi keluarga atau orang-orang yang menjadi tanggungannya. Kemudian seorang yang berdagang dan diberi keluasan rezeki dapat menginfakkan atau menyedekahkan sebagian hartanya untuk orang-orang yang membutuhkan atau membangun masyarakat yang tertinggal dan amal-amal sosial lainnya.
Satu hal yang membedakan seorang pedagang muslim dengan pedagang lainnya adalah berpegang teguh pada agamanya dan selalu bertawakal kepada Allah dalam setiap usahanya.
Seorang muslim mencari dan bekerja untuk kehidupan dunianya, untuk membantu ketenangan dalam ibadahnya dan mempersiapkan kehidupan akhiratnya, dunia baginya bukan segalanya dan harta bukan tujuan utamanya, sehingga tujuan utama dalam bekerja di dunia adalah beribadah kepada Allah. Maka pekerjaan apa pun di dunianya, termasuk perdagangan, tidak membuatnya lalai dan lupa dari mengingat Allah, Rabb yang menciptakan dan memberinya rezeki.
Bagaimanapun kesibukannya dalam berdagang, pedagang muslim tetap selalu memprioritaskan ibadahnya, baik shalat, tilawatul qur’an, dzikir, dan menunaikan hak-hak Allah pada hartanya, di antaranya adalah memperhatikan zakatnya.
Allah ﷻ telah memuji para hamba-Nya yang beriman yang tidak terlena oleh perdagangan mereka dari mengingat-Nya. Allah berfirman:
رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ (37) لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَن يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (38)
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual–beli dari mengingat Allâh dan (dari) mendirikan shalat dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allâh memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allâh menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allâh memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas”. (QS. An-Nur 37)
Dalam ayat lain Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya agar tidak terlalaikan oleh keindahan dunia, termasuk harta benda.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi”. (QS. Al-Munafiqun 9)
Pedagang yang shalih selalu mengedepankan perintah-perintah Allah ketimbang aktivitas perdagangan dan mengejar keuntungan perdagangan, tidak perlu tawar menawar dalam menjaga agama dan ibadahnya dalam kondisi apa pun. Tujuan utamanya adalah meraih keridhoan Allah Sang Pencipta dan Pemberi Rizki. Allah Ta’āla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Jumu’ah 9)
Pedagang yang shalih selalu berusaha memperhatikan agar tidak membiarkan ada harta haram yang masuk ke dalam kantongnya, berusaha untuk tidak memakan harta manusia dengan cara yang batil dan tidak dibenarkan dalam syariat. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.. (QS. An-Nisa’ 29)
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. (QS. Al-Baqarah 188)
Di antara kriteria dan akhlak yang harus dimiliki oleh pedagang shalih adalah:
Pertama: Kejujuran dan Amanah
Bisa dilihat ketika membuat janji, apakah dia tepati ataukah tidak. Juga ketika berbicara dan menjelaskan barang-barang dagangannya apakah jujur dan sesuai fakta ataukah tidak. Dia juga tidak menipu dan berkhianat terhadap siapa pun yang bermuamalah dengannya, bahkan berusaha untuk memberikan kebaikan dan mengarahkan kepada kebaikan.
Dalam satu hadits, Rasulullah ﷺ bersabda: “Pedagang yang jujur dan amanah bersama dengan para nabi, orang-orang yang jujur dan para syuhada”. (HR. Tirmidzi 1209 beliau menyatakan hadits hasan)
Kedua: Menjauhi hal-hal yang syubhat
Pedagang yang shalih berusaha melakukan aktivitasnya sesuai dengan syariat Allah dan menjauhi praktik-praktik dagang yang syubhat, tidak berambisi mencari keuntungan dengan berbagai cara dan mencari alasan-alasan untuk menghalalkan dan pembenaran caranya dalam berdagang. Seperti transaksi yang mengandung unsur-unsur riba walaupun tidak terang-terangan.
Rasulullah bersabda:
إِنَّ الحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الَحرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ أَلاَّ وِإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat–yang masih samar–yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barang siapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barang siapa yang terjerumus ke dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhāri 2051 dan Muslim 1599)
Ketiga: Menjauhi perilaku-perilaku buruk yang ditempuh oleh sebagian pedagang.
Di antaranya adalah berbuat curang baik dalam timbangan, takaran maupun menghitung. Allah ﷻ membinasakan Kaum Madyan karena mereka curang dalam menimbang, yaitu setelah Allah mengutus Nabi Syu’aib kepada mereka untuk memperingatkan mereka tetapi mereka tidak mau mengikuti arahan beliau.
Di antaranya juga adalah menipu, dengan cara pedagang menutupi barang dagangannya yang cacat, lalu menampakkan yang baik-baik saja, atau membuat pemalsuan tanggal kadaluwarsa, atau pemalsuan negara produksinya, atau berdusta dalam menyebutkan spesifikasi dan kelebihan dagangannya, dan segala macam penipuan.
Termasuk praktik yang buruk adalah bersumpah dengan sumpah dusta untuk meyakinkan pembeli dengan harga barang yang ia tawar atau karena alasan lainnya, sumpah dusta memang membuat barang dagangan cepat laku tetapi malah menghancurkan keberkahannya.
Inti dari pemaparan singkat di atas adalah bahwasanya pedagang shalih adalah pedagang yang mampu mengaplikasikan rambu-rambu syariat dalam aktivitas perniagaannya. Yang mana hal itu dapat diketahui dengan cara membaca dan mempelajari fikih seputar jual beli serta adab dan akhlak dalam berdagang.
Pedagang harus yakin bahwa semakin ia mengamalkan akhlak-akhlak agamanya maka semakin dekat kepada Allah, sehingga Allah berikan keberkahan pada perdagangannya dan dicintai oleh semua orang, serta lebih bermanfaat bagi dirinya, istri dan anaknya, keluarga besarnya serta masyarakatnya.
Wallahu a’lam.