Sejarah telah mencatat, banyak wanita-wanita hebat yang menjadi simbol peradaban Islam. Nama mereka kekal sepanjang zaman, tak akan hilang dimakan waktu
Merekalah para wanita yang mendedikasikan hidupnya untuk menolong Islam. Sebagaimana sirah perjalanan hidup orang terdahulu mencatat kisah cemerlang wanita yang dari tangan mereka muncul sosok-sosok besar. Mereka adalah wanita yang mengetahui kedudukan ibu dalam sebuah peradaban, mereka paham bahwa wanita adalah benteng umat, komandan terhebat, yang dapat menghasilkan anak-anak dengan persenjataan ilmu untuk membela dan mengusung bendera Islam, hingga ke seluruh dunia.
Di mana para pembela hari ibu? apakah mereka berhasil memunculkan sosok ibu yang sama seperti wanita pejuang dahulu kala? atau malah, sebab kelemahan umat hari ini adalah karena banyak manusia yang lalai dari peran seorang ibu, dialihkan dengan satu hari yang mereka sebut “hari ibu”. Apakah begitu cara mencetak sosok vital dalam peri kehidupan?
Sekarang, di kalimat-kalimat di bawah ini, kita akan berkenalan dengan beberapa sosok hebat itu. Wanita, yang menjadi ibu dari tokoh besar dalam ilmu dan kehidupan. Mudah-mudahan, contoh singkat ini berhasil menjadi pemantik semangat wanita Muslimah hari ini, untuk setidaknya mendapat rol model yang pantas mereka jadikan contoh. agar kiranya nanti, di satu zaman, muncul orang-orang besar yang akan mengusung dakwah Islam yang haq ini, mereka muncul dari wanita-wanita yang tergugah hatinya setelah membaca sepenggal kisah ibunda para ulama di bawah ini.
Ibunda Imam Ahmad
Ialah Shofiyyah binti Maimunah binti Abdul Malik Asy-Syaibani. Imam Ahmad terlahir pada akhir abad kedua hijriah, kemudian ia hidup di sebuah rumah yang penuh kekurangan, sedang ayahnya sudah dahulu wafat di saat usia beliau masih belia. Maka tinggallah ibunnya yang mengurus kehidupannya.
Di masa itulah, peran seorang ibunda imam Ahmad benar-benar tampak dan jelas. Ia menumbuhkan Imam Ahmad dengan pendidikan ketakwaan. Imam Ahmad berkata ; “ibuku menghafalkan aku Alquran di saat usiaku asih 6 tahun” maka jadilah Imam Ahmad seorang penghafal Alquran, sedang ibunya telah mendidiknya dengan sebaik baik pendidikan.
Iman Ahmad pernah menyebutkan, di saat beliau mengenang apa yang diperbuat ibunya kepadanya agar menopang ia dalam menuntut ilmu; bahwa ibunda beliau senantiasa membangunkannya dan menyiapkan untuknya air (untuk berwudu dan bersih bersih) sebelum fajar menyingsing. Ibunda beliau, sebagaimana diceritakan juga oleh Imam Ahmad, senantiasa melindungi anaknya di balik hijab besarnya dan membawanya ke masjid, hal ini beliau lakukan karena masjid berlokasi jauh dari rumahnya..
Imam Ahmad melanjutkan ceritanya : “Ketika umurku sudah menginjak usia 16 tahun, ibuku berpesan kepadaku untuk pergi melakukan perjalanan demi menuntut ilmu hadis, ia mengatakan bahwa safar dalam mencari hadis adalah salah satu bentuk hijrah kepada Allah ﷻ. Ia juga membekaliku dengan 10 kantung gandum serta sebungkus garam. ia berpesan anakku, sungguh jikalau Allah dititipkan sesuatu kepadanya ia tak pernah menyia-nyiakannya. maka sekarang, aku titipkan engkau kepada Allah yang tak kan pernah menyia-nyiakan titipannya”
Ibunda Imam Al-Bukhari
Imam Bukhori dilahirkan di negeri Bukhooro, ayahnya wafat di saat usia Bukhori masih kecil, setelah ayahnya wafat, maka ibunyalah yang menanggung dan mengurusinya serta mendidiknya dengan pendidikan terbaik.
Diceritakan bahwa penglihatan Imam Bukhori hilang di saat beliau kecil, kemudian, ibunya bermimpi melihat Nabi Ibrahim yang berkata kepadanya “wahai, sungguh Allah telah mengembalikan penglihatan anakmu dengan sebab banyaknya doa yang kau panjatkan”. maka benarlah, penglihatan Imam Bukhori kembali seperti semula, dan kesedihan di hati ibunya berubah menjadi kegembiraan dan rasa syukur.
Ibunya (yakni Imam Bukhori) sangat banyak berdoa dan menangis karenanya. ia telah mendidik Imam Bukhori dengan pendidikan yang terbaik, ia selalu mengantarkan Imam Bukhori ke mesjid, dan membawanya ke halakah-halakah Ilmiyah.
Hasilnya, kita mengetahui bahwa Imam Al-Bukhori adalah ulama yang sangat zuhud, ia mewarisi dari ayahnya harta yang sangat banyak, namun semuanya ia habiskan untuk bersedekah di jalan Allah. Imam Bukhori juga terkenal sedikit makan, bahkan seringkai ia tak makan seharian. Dan juga, Al Imam Bukhori merupakan sosok yang sangat menjaga kesuciannya, menjaga lisannya, sangat wara’. salah satu contohnya adalah perkataan beliau “Sungguh aku tidak pernah menggibah seorang pun semenjak aku mengetahui bahwa gibah itu haram” “Aku berharap, kiranya nanti aku bertemu Allah dan dihisab, tak ada seorang pun yang pernah aku gibah”. Rahimahullah wa rahimallahu walidatahu.
Ibunda Imam Asy -Syafi’i
Suaminya meninggal setelah kelahiran Imam Syafi’i berselang beberapa waktu saja. Maka tumbuhlah Imam Syafi’i dalam keadaan yatim, dan setiap gerak gerik pertumbuhannya tergantung kepada perhatian ibunya. Jikalau ibu tersebut ‘Alimah, cerdas, dan salihah, jelas ia akan tumbuh dalam kesalehan. begitu pun sebaliknya.
Adalah Ibunda Imam Syafii merupakan seorang wanita yang kecerdasan dan kegeniusan. ia juga seorang wanita yang paham akan ilmu agama (fakih), wanita yang tajam pemikirannya dalam mengambil satu keputusan. Ia pernah mengoreksi keputusan seorang qadhi yang salah dalam memutuskan satu perkara, dan sang qadhipun terdiam lalu mengikuti keputusan yang disimpulkan oleh ibunda Imam Syafi’i ini. Masya Allah,
Inilah ibunda mulia, yang tak ada pemikirannya kecuali bagaimana cara mendidik anak dengan pendidikan terbaik, bagaimana cara menumbuhkan anaknya menjadi seorang yang saleh dan bermanfaat untuk Islam dan kaum muslimin.
Salah satu usaha beliau (yakni ibunda Imam Syafi’i) dalam memberikan pendidikan terbaik untuk anaknya, adalah dengan cara berhijrah dari Gaza, Palestina, ke Mekkah, dikarenakan disiutlah tempat ilmu dan banyak keutamaan. juga dikarenakan keaslian arab di sekeliling makkah yang nantinya punya pengaruh besar terhadap kefasihan berbahasa anak anaknya.
Iman Asy-Sayfi’i adalah hasil dari semua kerja keras wanita mulia itu. Rahimahallah.
Ibunda Imam Malik
Dialah ‘Aliyah Binti Syarik Binti Abdurrahman Al-Asadiyyah. Dialah wanita yang memotivasi imam Malik untuk menghafal Alquran, dan dia juga yang mengantarkan Imam Malik ke majelis-majelis para ulama.
Ibundanya. memakaikan kepadanya pakaian yang terbaik, mengikatkan sorbannya, kemudian berkata ‘wahai Malik, pergilah dan menulislah”. Ibunda beliau tidak hanya perhatian dengan penampilan dzahir dari imam Malik, akan tetapi ia juga yang memilihkan guru terbaik untuk dijadikan pengajar anaknya. ia berkata kepada Imam Malik ‘Pergilah kepada Rabi’ah, pelajarilah adabnya sebelum engkau mempelajari ilmunya”
Pendidikan itu begitu berbekas di hati Imam Malik, sehingga di saat beliau dewasa, ia sampai menjual atap rumahnya demi ilmu. Ia sabar atas segala ujian yang ditimpanya dari kemiskinan dan lainnya. Hingga sampai pada derajat, sebagaimana sabda Nabi ﷺ : “hampir-hampir manusia memukul hati unta (karena semangat mencari ilmu) demi menunut ilmu, maka mereka tak mendapati seorang yang lebih alim dari alimnya kota Madinah” (HR. Tirmidzi, Hadits Hasan).
Al-imam Syafi’i berkata, “jikalau disebutkan nama para ulama, maka Imam Malik adalah bintangnya”.
Semoga Allah merahmati Ulama kita, memberkati ibunda-ibunda mereka yang rela begadang dalam mendidik mereka, mewarisi mereka perjuangan Islam, hingga akhirnya Sosok-sosok tersebut menjadi pembicaraan seluruh dunia. dan Dunia merasakan manfaat dari apa yang mereka tinggalkan, baik ilmu, amal, dan akhlak. di seluruh penjuru dan sepanjang waktu.
Beginilah harusnya perhatian seorang ibu kepada anak-anaknya. Mendidik mereka dengan pendidikan ketakwaan. Dan tentunya, itu semua tak akan bisa dicapai kecuali dengan terus belajar, memperbaiki diri, karena sejatinya, kualitas sebuah bangsa dapat terlihat dari kualitas wanita wanitanya. Karena mereka kelak akan menjadi seorang ibu, dan ibu adalah tonggak penting dalam pembangunan sebuah peradaban.