Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya dengan satu pertanyaan yang sangat agung.
Pertanyaannya adalah:
Apakah obat bagi seorang yang sudah terjangkit sebuah penyakit, apakah jalan keluar untuk orang yang sudah diliputi racun mematikan, apakah yang harus dilakukan orang yang sudah dikalahkan oleh kemalasan, apakah jalan menuju petunjuk, dan apakah solusi orang yang dikuasai oleh kebingungan?
Jika dia ingin menghadap kepada Allah maka hawa nafsunya mencegahnya, jika ingin berdzikir maka ia hanya selalu sibuk memikirkannya, jika ingin bergerak maka selalu dihantui oleh kegagalan.
Hawa nafsu telah menguasainya, kau lihat setiap waktunya
Kebingungan, bahkan ia terlihat sedang mabuk
Jika ia hendak mendekat pada sang kekasih
Tercerai berai bekalnya dan akhirnya terputus
Ia tinggalkan kerabat dan temannya, berharap
Menemukan kecukupan dan mendapat pertolongan
Namun tidak bertambah kecuali kebingungan dan kemalasan
Apakah semacam ini perlakuan terhadap orang yang meminta tolong tapi terhinakan.
Pertanyaan ini serupa dengan pertanyaan yang dilayangkan kepada murid beliau, Ibnul Qayyim sehingga beliau menuliskan jawaban dalam satu jilid kitab Al-Jawabul Kafi liman Sa’ala ‘An Ad-Dawā’ As-Syāfi yang dikenal dengan Ad-Dā’ wa Ad-Dawā’.
Sedangkan Ibnu Taimiyah menjawabnya dengan setengah lembar kertas jawaban, akan tetapi penuh dengan makna dan sangat bermanfaat.
Berikut jawaban beliau:
- Obatnya adalah meminta pertolongan kepada Allah Ta’āla, senantiasa memohon dengan rendah hati kepada-Nya, dan mempelajari do’a-do’a yang ma’tsur, dan berusaha memanjatkannya pada waktu dan kesempatan yang mustajab; seperti akhir malam, waktu adzan dan iqamat, ketika sujud dan di akhir setiap shalat.
- Senantiasa beristighfar, karena siapa yang beristighfar dan bertaubat kepada-Nya, Allah akan memberikan kenikmatan yang baik kepadanya sampai waktu yang telah ditentukan.
- Hendaknya memiliki kebiasaan berdzikir di waktu pagi dan petang dan sebelum tidur, bersabar atas segala rintangan, karena Allah ﷻ akan menolongnya dengan ruh dari-Nya dan menuliskan keimanan di hatinya.
- Hendaknya bersemangat menyempurnakan shalat fardhu lima waktu, secara bathin dan dhahirnya, karena ia adalah tiang-tiang agama.
- Hendaknya banyak membaca: “لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم” “Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung”. Karena ucapan ini menguatkan seorang yang memikul beban-beban berat, dan melintasi berbagai kondisi genting, dan dengannya ia mendapatkan derajat yang tinggi.
- Jangan pernah bosan dari do’a dan meminta kepada Allah, karena do’a seorang senantiasa dikabulkan selama tidak tergesa-gesa dan mengatakan ‘Aku sudah berdo’a tapi masih belum dikabulkan’.
- Hendaknya mengetahui bahwa kemenangan itu datang bersama dengan kesabaran, pintu lapang datang bersama kesusahan, dan bersama kesulitan ada kemudahan. Seorang tidak akan mendapatkan kebaikan yang besar -baik nabi atau selainnya- kecuali dengan kesabaran. Dan segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.
Sumber : Jami’ Al-Masa’il li Syaikhil Islam 7/446
Catatan:
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr mengomentari jawaban beliau:
Jawaban ini adalah jawaban yang sangat agung, sekalipun ringkas dan singkat, namun sudah mencukupi, dan di dalamnya terdapat obat dari penyakit tersebut. Aku wasiatkan agar disebarkan seluas mungkin, semoga Allah ‘azza wa jalla memberikan manfaat dengannya kepada para hamba-Nya, terkhusus bagi yang tertimpa musibah serupa, karena ini adalah pertanyaan mereka, kebingungan mereka, penderitaan mereka, dan di situlah jawaban untuk melepaskan diri dari dosa.
Semoga Allah ‘azza wa jalla memberikan taufik kepada kita semua untuk mendapatkan segala kebaikan dan menjadikan kita pembuka pintu-pintu kebaikan dan penutup pintu-pintu keburukan.
Lihat keterangan beliau di link youtube:
Penyusun: Fida’ Munadzir Abdul Lathif